• 17 Juni 2025 4:43
  • Last Update 16 Juni 2025 22:38 22: 38: 44
Kepala BSKDN Kemendagri : Inovasi Bukan Harus Baru, Tapi Harus Berdampak

Kepala BSKDN Kemendagri : Inovasi Bukan Harus Baru, Tapi Harus Berdampak

Magelang – Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yusharto Huntoyungo menegaskan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) bahwa inovasi tidak harus baru, tapi harus berdampak. Hal itu diungkapkannya saat menjadi narasumber dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Inovasi Daerah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magelang di Ruang Rapat Bina Karya Sekretariat Daerah Kabupaten Magelang pada Senin, 16 Juni 2025.

Lebih lanjut, Yusharto menjelaskan inovasi tidak harus berarti sesuatu yang sepenuhnya baru, melainkan harus memberikan dampak nyata dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Sering kali daerah berpikir bahwa inovasi harus orisinil dan belum pernah dilakukan. Padahal, inovasi bisa saja berupa replikasi atau adopsi yang disesuaikan dengan konteks lokal, selama itu memberikan perbaikan dan manfaat.

“Jangan mengasumsikan inovasi itu harus benar-benar baru, padahal baru di sini harus diartikan dari perspektif penerima bukan pencetus,” ungkap Yusharto.

Dia mengatakan keraguan sebagian aparatur sipil negara (ASN) dalam berinovasi sering kali disebabkan oleh kekhawatiran akan kesalahan administratif. Untuk itu, Yusharto menegaskan bahwa diskresi telah diatur dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, serta diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah.

“(Undang-Undang menjamin) Bapak dan Ibu yang akan melakukan inovasi yang telah dicatatkan dalam keputusan Kepala Daerah apabila belum mencapai tujuan dari inovasi itu tidak dipandang sebagai pelanggaran. Ini merupakan privilege yang diberikan untuk Bapak dan Ibu tidak ragu-ragu lagi untuk melakukan inovasi,” jelasnya.

Salah satu contoh konkret yang disorot dalam sambutannya adalah inovasi dari Kota Mojokerto, yang dikenal dengan program “Gempa Genting” (Segenggam Sampah Gawe Stunting).Inisiatif ini menghubungkan pengelolaan sampah dengan upaya penanggulangan stunting melalui pembentukan siklus berbasis masyarakat yakni dari penukaran sampah yang dikelola menghasilkan magot untuk pakan ikan lele. Hasilnya, ikan lele tersebut akan diberikan kepada keluarga yang terdampak stunting. “Kalau ide ini belum pernah diterapkan di Kabupaten Magelang, maka mereplikasi dan menyesuaikannya dengan kebutuhan lokal sudah termasuk sebagai inovasi,” katanya.

Yusharto juga mengapresiasi berbagai langkah inovatif yang telah dilakukan Pemkab Magelang, seperti program “Gotong Sak Ceting” di Kecamatan Sawangan yang merupakan kolaborasi inovasi antar-unit pelayanan teknis dan masyarakat dalam pencegahan stunting melalui pengumpulan data akurat, penganggaran APBDes yang tepat sasaran, hingga penggalangan donasi sukarela oleh ASN.

Dalam kesempatan tersebut, dirinya juga menegaskan bahwa berpikir inovatif tidak harus rumit atau mahal, namun harus dilandasi oleh semangat menyelesaikan masalah. “Inovasi lahir dari kebutuhan, bukan dari keinginan tampil beda. Jadi mari kita mulai dengan melihat masalah sebagai pintu masuk untuk perbaikan,” pungkasnya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *