• 21 Februari 2025 6:20
  • Last Update 20 Februari 2025 20:10 20: 10: 41
JAM-Pidum Menyetujui 3 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Pencurian di Cilegon

JAM-Pidum Menyetujui 3 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Pencurian di Cilegon

Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 3 (tiga) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Senin 17 Februari 2025.

Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Fahrizal Rohfi Zikari bin (Alm) Jaja Samsudin dari Kejaksaan Negeri Cilegon, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Kronologi bermula pada hari Sabtu tanggal 30 November 2024 sekitar pukul 08.00 WIB, Tersangka datang ke rumah Korban Abuzar Al Gifari bin Musakalake yang beralamat di Kampung Kubang Gabus, RT 003/RW 002, Desa Kertasana, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang dengan menggunakan sepeda motor milik Tersangka.

Tujuan kedatangan tersebut adalah untuk meminjam uang sejumlah Rp200.000 (dua ratus ribu rupiah) untuk keperluan sehari-hari Tersangka. Namun pada sat itu, Korban tidak dapat memberikan uang pinjaman kepada Tersangka.

Mendengar hal itu, Tersangka melihat 1 (satu) unit sepeda motor Merek Honda Beat Warna Putih Merah dengan Nomor Polisi: A-6251-TH di depan Kontrakan Korban, Tersangka langsung berencana untuk mengambil sepeda motor tersebut, namun Tersangka sempat pergi dari rumah Korban untuk bekerja sebagai ojek online.

Selanjutnya, sekira pukul 10.20 WIB, Tersangka yang pada saat itu masih berusaha untuk mencari pinjaman kepada teman Tersangka, melewati kontrakan korban dan melihat situasi di depan kontrakan tidak ada orang, sehingga Tersangka langsung memarkirkan sepeda motor yang digunakan oleh Tersangka di belakang kontrakan milik Korban.

Sementara itu tersangka langsung menghampiri sepeda motor Merk Honda Beat warna putih merah di depan kontrakan Korban ABUZAR dan langsung mengambilnya dengan cara Tersangka naik ke atas motor kemudian Tersangka dorong dengan menggunakan kaki Tersangka sambil duduk di atas motor.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Cilegon Diana Wahyu Widiyanti, S.H., M.H, Kasi Pidum Ronny Bona Tua Hutagalung, S.H., M.H., dan Jaksa Fasilitator Alwan Rizqi Ramadhan, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Setelah itu, Saksi Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang seda. ng dijalani oleh Tersangka dihentikan dengan syarat pemenuhan ganti kerugian senilai Rp9.000.000 (sembilan juta rupiah).

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Dr. Siswanto, S.H., M.H. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin, 17 Februari 2025.

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 2 perkara lain yaitu:

1. Tersangka I Dewa Gde Marhadi alias Dewa Kalu dan Tersangka II Pande Putu Suarbawa alias Putu Liong dari Kejaksaan Negeri Gianyar, yang disangka melanggar Pertama Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan atau Kedua Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

2. Tersangka Andi Bachiramsyah als AM bin Andi Bakhtiar dari Kejaksaan Negeri Bintan, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (1) KUHP tentang Pencemaran Nama Baik.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

● Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

● Tersangka belum pernah dihukum;

● Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

● Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

● Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

● Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

● Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

● Pertimbangan sosiologis;

● Masyarakat merespon positif.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (K.3.3.1)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *