Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 12 (dua belas) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Selasa 4 Maret 2025.
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Rizky Mauludin dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Kronologi bermula pada hari Rabu tanggal 1 Januari 2025, sekira pukul 13.42 WIB ketika Tersangka Rizky Mauludin sedang berjalan kaki melintas di depan sebuah warung yang berlokasi di Jalan Kramat Pulo Gundul, RT.002/RW.013, Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johor Baru, Jakarta Pusat. Saat itu, tersangka melihat satu unit handphone (HP) merk Samsung A14 berwarna dark red Nomor imei 1: 358892332006582 dan Nomor imei 2: 3589864320006581 milik Saksi Korban Nur’aini Sungkar yang tergeletak di atas bangku depan warung.
Melihat kesempatan tersebut, timbul niat Tersangka untuk mengambil handphone tanpa izin dan sepengetahuan saksi Nur’aini Sungkar. Setelah mengambil handphone tersebut, Tersangka langsung pergi meninggalkan lokasi dengan maksud untuk menjualnya.
Keesokan harinya, pada Kamis, 2 Januari 2025, tersangka menjual handphone tersebut kepada seseorang bernama Gepeng (Daftar Pencarian Orang) di daerah Johor Baru, Jakarta Pusat, dengan harga Rp400.000. Lalu, uang hasil penjualan handphone digunakan oleh Tersangka untuk keperluan pribadi.
Akibat perbuatan tersangka, saksi Nur’aini Sungkar mengalami kerugian sebesar Rp 2.600.000 (dua juta enam ratus ribu rupiah).
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Dr. Safrianto Zuriat Putra, S.H., M.H., Kasi Pidum Fatah Chotib Uddin S.H. M.Kn serta Jaksa Fasilitator Daru Iqbal Mursid, S.H. M.H menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Setelah itu, Saksi Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan dengan syarat Tersangka mengganti kerugian kepada Saksi Korban Nur’aini Sungkar senilai Rp2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DK Jakarta Dr. Patris Yusrian Jaya.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi DK Jakarta sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa 4 Maret 2025.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 11 (sebelas) perkara lain yaitu:
1. Tersangka Hendrik Roubert Bolung dari Kejaksaan Negeri Minahasa, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Riza Amir Rochman alias Riza bin Basuki Rahmat dari Kejaksaan Negeri Palangkaraya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Romi Suyono dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
4. Tersangka Ali Imran alias Andi dari Kejaksaan Negeri Bima, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 tentang Pencurian dengan Pemberatan.
5. Tersangka Fajar Saptanawang dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat) KUHP tentang Penadahan.
6. Tersangka Sainah alias Inaqher binti Mastur (Alm) dari Kejaksaan Negeri Lombok Timur, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
7. Tersangka I H.Sukismoyo alias Pak Kis bin Djoyo Widono (Alm), Tersangka II M.Mujmal alias Mujmal bin Alm Sanusi, Tersangka III Gus Darmawan alias Agus bin Hanan (Alm). dari Kejaksaan Negeri Lombok Timur, yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan atau Kedua Pasal 406 Ayat (1) jo KUHP tentang Perusakan. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
8. Tersangka I M.Mastar alias Mastar bin H.Idris (Alm), Tersangka II Sahabuddin alias Sahab bin (Alm) Haji Idris dari Kejaksaan Negeri Lombok Timur, yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan atau Kedua Pasal 406 Ayat (1) jo KUHP tentang Perusakan. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
9. Tersangka Jek Kornalis Mulik alias Jero dari Kejaksaan Negeri Rote Ndao, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
10. Tersangka Hendrikus Lusi Odjan alias Endi dari Kejaksaan Negeri Flores Timur, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
11. Tersangka Basri Yono bin Ishak dari Kejaksaan Negeri Bintan, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
● Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
● Tersangka belum pernah dihukum.
● Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
● Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
● Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
● Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
● Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
● Pertimbangan sosiologis.
● Masyarakat merespon positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (K.3.3.1)